Saturday, January 06, 2007

Saat Pulang

Jadi teringat saat pulang. Menjenguk keluarga di Cilacap, bermalam bujang di Jogja, atau menjumpai kekasih di Semarang. Bersusah payah antri tiket di Pasar Senen jam tiga siang, tapi akhirnya mencari sela di balik bangku paling belakang. Gelar koran, rebahkan badan.

Hebat juga kalau dipikir-pikir. Betapa selembar tipis koran bisa membuat lantai kereta jadi sedikit beradab. Dan terkesan higinis. Lha, mau bagaimana lagi. Sampai sekarang belum bisa menguasai seni tidur sambil duduk.

Kompartemen tidur milik pribadi. Kepala tidak harus berjajar dengan kaki. Wajah tidak harus terlangkahi. Badan yang terguncang-guncang, lelap dalam buaian. Irama kereta jadi lagu pengantar tidur. Kaki terjulur di lorong, jadi sandungan bagi siapapun yang lewat. Tidak ada yang protes. Semua mafhum.

Lepas Cikampek. Lutut ditepuk oleh kondektur. Karcis! Diucapkan dengan lafal yang khas. Diiringi bunyi cekrak-cekrik pembolong kertas. Beberapa kali mencoba tidak beli karcis. Menyuap kondektur dua kali. Tapi hati tidak tenteram, tidur tidak tenang. Tidak sepadan. Kondektur lewat sambil dikawal polisi. Senjata laras panjang yang disandang di punggung. Konon tanpa peluru.

Bangun karena lantunan terhenti. Rupanya Cirebon. Saat makan malam. Belasan penjaja menawarkan nasi bungkus di kantong-kantong plastik berwarna-warni. Merah telur, hijau ayam, biru rendang ati sapi. Lengkap dengan seplastik air putih hangat untuk diminum atau mencuci tangan. Biasanya layak, tetapi terkadang basi. Tergantung hoki. Sajian malam ditutup dengan kopi di cangkir plastik. Nescafe, Tugu Luwak, atau Kapal Api

Cirebon adalah awal dari rangkaian pedagang asongan. Semua naik berganti-ganti. Pedagang Cirebon turun di Brebes. Pedagang Brebes turun di Tegal. Demikian seterusnya. Mainan, nasi bungkus, air mineral, minuman ringan, jagung rebus, mangga, berbagai jenis kacang dan keripik, dodol garut, wingko babat, kerupuk, rokok, dan terasi. Berpura-pura tidur untuk menghindari rayuan maut tahu sumedang dan cabai rawit hijau.

Empat jam lagi pagi akan menjelang. Dan kaki akan menapak Kroya, Tugu, atau Tawang. Pulang.

2 comments:

Anonymous said...

Mas ada yg kurang ! ibu-ibu penjaja bagian atas tubuh & tukang ngamen maksa kok nggak masuk cerita ?

Eko Widyasmoro said...

waduh..gak pernah ketemu yg begitu..mungkin lewatnya pas tidur..:D